LAPORAN HASIL SURVEI KAIN ENDEK BALI DI SINGARAJA DAN PELESTARIANNYA
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
LAPORAN
PENGETAHUAN ILMU BAHAN TEKSTIL
“MENGENAL KAIN TENUN ENDEK DI PERTENUNAN BERDIKARI,SINGARAJA
BULELENG SERTA PELESTARIANNYA”
Nama : Lisanti
Zeftiatul Ana
Nim :
1815011002
Konsentrasi : Tata Busana
Prodi
:
Pendidikan Kesejahteraan Keluarga
JURUSAN
TEKNOLOGI INDUSTRI
FAKULTAS TEKNIK
DAN KEJURUAN
UNIVERSITAS
PENDIDIKAN GANESHA
TAHUN 2019
KATA PENGANTAR
Om Swastiatu.
Puji
syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat-Nya
penulis mampu menyelesaikan tugas laporan hasil survei yang berjudul “Mengenal
Kain Tenun Endek di Pertenunan Berdikari,Singaraja Buleleng Serta
Pelestariannya”, tepat pada waktunya.
Dalam
penyusunan laporan ini Penulis banyak mendapat dukungan, bimbingan,
serta semangat dari berbagai pihak. Maka dari itu dengan penuh rasa hormat
penulis ucapkan terima kasih kepada :
1.
Dra. I Dewa Ayu Made Budhyani, M.Pd., selaku dosen pengajar mata kuliah Ilmu Bahan Tekstil.
2.
Teman-teman
mahasiswa di prodi tata busana yang telah memberikan
bantuan yang berguna dalam penyusunan laporan ini.
3.
Pihak-pihak lain
yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan dalam
merapungkan laporan ini.
Penulis sadari sepenuhnya bahwa tulisan ini
masih memerlukan pengembangan lebih lanjut. Oleh karena itu saran dan kritik
dari pembaca sangat Penulis harapkan agar
nantinya dapat diperoleh hasil yang lebih maksimal. Dalam kesempatan ini Penulis juga mohon
maaf jika ada hal-hal yang tidak berkenan dalam tugas ini dan proses yang
dilalui dalam penyusunannya. Akhirnya Penulis berharap
semoga laporan hasil survey ini dapat bermanfaat
bagi semua pihak. Akhir kata Penulis ucapkan
terima kasih.
Om Santih, Santih, Santih
Om.
Singaraja,
29 April 2019
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang.
Indonesia merupakan Negara yang kaya akan budaya, kaya akan bahasa,
suku, ras, adat dan agama. Segala perbedaan yang ada di Negeri ini menjadikan
Indonesia menjadi Negara yang kuat. Setiap daerahnya menyuguhkan ciri khas
tersendiri, mulai dari adat istiadat, jenis bahasanya, pakaian tradisionalnya
hingga produk unggulan di daerah tersebut. Memiliki seni dan budaya yang
terbesar dibandingkan dengan bagian manapun di dunia ini. Setiap daerahnya
memiliki ciri khasnya juga dalam berbusana dan kain-kain khas yang indah dan
memukau. Seperti halnya Bali, yang sudah terkenal hingga mancanegara mengenai
kebudayaannya yang merupakan hasil cipta, karsa dan rasa masyarakat Bali. Dari
segi bidang pariwisata, Bali memang selalu memberi kesan unik tersendiri yang
berbeda dari daerah lain, karena disana kaya akan budaya dan masyarakat disana
juga masih sangat menjaga adat istiadat dari para leluhur dengan tetap
menerapkannya hingga saat ini. Sebagian besar pengunjung lokal maupun
mancanegara yang datang ke Bali senang menikmati pesona alam yang indah dan
melihat kebudayaan yang kental. Ada banyak sekali kebudayaan fisik yang ada di
Bali, salah satunya adalah kain tenunan. Kain tenunan merupakan salah satu kebudayaan
yang pasti ada dan sangat penting bagi setiap suku bangsa di dunia. Karena dari
suatu kain tenunan tersebut akan menjadi sebuah ikon dan ciri khas dari suatu
daerah tersebut.
Salah satu kain tenun tradisional yang ada di Bali adalah Endek. Di
Provinsi Bali, kegiatan menenun endek terdapat di Kabupaten Gianyar, Klungkung,
Buleleng, Karang Asem dan kota Denpasar. Kain tenun endek merupakan kain tenun
ikat tradisional di Bali. Dari ikatan tersebut terciptalah motif-motif hasil
pola pikir masyarakat yang menjadi ciri khas dari setiap daerah dan biasayanya
juga dijadikan ikon pada suatu daerah. Kabupaten Singaraja merupakan salah satu
daerah di Bali bagian barat. Singaraja juga memproduksi kain tenun endek khas
bali dengan motif khasnya yaitu singa. Ada beberapa daerah di Singaraja yang
memproduksi kain tenun tradisional Bali, salah satunya adalah Pertenunan
Berdikari yang terletak di Jalan Dewi Sartika No.24 Banyuasri. Kain endek yang
dibuat memiliki daya tariknya sendiri dengan motif yang dihasilkan. Setiap
lembar hasil karya kain tenun ikat mencerminkan identitas dan karakter budaya
Bali. Oleh karena itu, dalam proses pembuatannya akan tetap mempertahankan
cara-cara tradisional yang sudah dari dulu menjadi seni teknik tradisional
masyarakat Bali. Inilah yang menjadikan Bali sebagai Provinsi yang kaya akan
budaya dengan menghormati dan melestarikan budaya leluhur hingga saat ini.
Dalam proses pembuatan kain tenun endek di Pertenunan Berdikari
melewati perjalanan yang cukup panjang dengan jangka waktu yang cukup lama
untuk menghasilkan selembar kain Walaupun membutuhkan proses yang cukup lama,
namun kualitas bahan dari endek tidak dapat diragukan lagi. Terbukti dengan
adanya permintaan pasar yang terus berjalan, menjadikan kain tenun endek akan
tetap eksis di antara kain-kain tradisional lainnya. Teknik pembuatan yang
masih digunakan adalah dengan cara ikat. Proses ini dilakukan secara manual
untuk membuat segala motif yang diinginkan. Dari sinilah tercipta sebuah kain
endek dengan motif-motif kebanggaannya. Selain itu, alat yang digunakan juga
masih menggunakan alat tradisional untuk menenun yaitu Alat Tenun Bukan Mesin
(ATBM). Di Singaraja sendiri khususnya di Pertenunan Berdikari menyebut ATBM
yang mereka gunakan dengan cag-cag. Cag-cag dapat membuat tenunan yang tahan
lama dan berkualitas. Teknik dan alat yang digunakan ini juga merupakan wujud
pelestarian dari budaya Bali yang sedari dulu menggunakannya.
Dari proses penenunan tersebut terciptalah kain endek dengan
motif-motif yang indah dan makna tertentu. Terdapat banyak motif yang ada pada
kain tenun endek. Namun di Pertenunan Berdikari, motif yang dibuat kebanyakan
memperlihatkan ikon Kota Singaraja. Hal ini juga akan menjadi ciri khas dari
Kota Singaraja dan produk unggulan di Pertenunan Berdikari. Motif-motif kain
endek akan terus berkembang seiring dengan perkembangan budaya di Indonesia.
Dengan segala prosesnya yang masih tradisional namun tetap eksis sebagai
warisan kebudayaan fisik Provinsi Bali, endek mengalami perkembangan kualitas.
Masyarakat Bali akan terus melestarikan kain endek dan proses pembuatannya yang
terus menerapkan cara-cara tradisional. Karena dengan itu, akan menunjukkan
kekuatan budaya di Bali dari segi kebudayaan fisik yang akan terus dilestarikan
dan menjadi kebanggaan Negara Indonesia.
1.2
Identifikasi
Masalah.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat diidentifikasi
masalah sebagai berikut :
1.
Sejarah
dari kain endek Bali dengan pengertiannya.
2.
Tahapan
pembuatan kain endek di Pertenunan Berdikari yang masih melestarikan cara-cara manual
dan tradisional dengan Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) atau disebut juga dengan
cag-cag.
3.
Motif
endek yang menunjukkan ikon Kota Singaraja pada kain endek Bali.
4.
Perkembangan
dan pelestarian kain endek sebagai kebudayaan fisik Bali hingga masa yang akan
datang agar tetap eksis sebagai warisan budaya Bali.
1.3
Rumusan
Masalah.
Berdasarkan identifikasi masalah yang telah diuraikan diatas, maka
dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut :
1.
Apa
pengertian dan sejarah kain endek ?.
2.
Apa
saja tahapan yang dilalui dalam pembuatan kain tenun endek di Pertenunan
Berdikari ?.
3.
Bagaimana
bentuk motif yang menjadi kebanggaan yang diambil dari ikon Kota Singaraja ?.
4.
Bagaimana
cara melestarikan kain endek sebagai warisan kebudayaan fisik Bali?.
1.4
Tujuan.
Adapun
tujuan laporan ini adalah untuk mengetahui apa itu kain endek dan sejarahnya,
memahami segala tahapan dalam pembuatan kain tenun endek dengan teknik dan cara
tradisional, mengetahui motif kebanggan Kota Singaraja dan pelestariannya
sebagai kebudayaan fisik Bali.
2.1 Kain Tenun Endek.
Kain endek
merupakan hasil dari karya seni rupa terapan yang berarti karya seni yang dapat
diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, jika dikaitkan dengan kain endek, kain
tersebut dapat digunakan sebagai pakaian adat atau saat ini endek banyak
digunakan sebagai seragam sekolah dan kantor. Nama Endek sendiri mempunyai arti
yang unik. Nama itu berasal dari bahasa setempat yaitu “gendekan” atau
“ngendek” yang berarti diam atau tetap, tidak berubah warnanya (Adnyana,
Wawancara, 2015). Sebutan tersebut muncul ditengah proses pembuatannya, yaitu
pada saat diikat dan kemudian dicelup, benang yang diikat warnanya tetap atau
tidak berubah atau di Bali disebut “ngendek”. Pusat produksi kain Tenun Endek
di Bali meliputi daerah Kabupaten Karangasem, Klungkung, Gianyar, Buleleng,
Negara dan Kodya Denpasar. Kain endek mulai berkembang sejak tahun 1975, yaitu
pada masa pemerintahan Raja Dalem Waturenggong di Gelgel Klungkung. Kain endek
ini kemudian berkembang di sekitar daerah Klungkung, salah satunya adalah di
Desa Sulang. Setelah Indonesia merdeka, kain endek semakin berkembang dengan
cepat. Pada tahun 1985-1995 kain endek berkembang pesat karena adanya dukungan
dari pemerintah. Kemudian pada tahun 1996-2010, kain endek mengalami penurunan
akibat dari banyaknya persaingan. Hingga pada tahun 2011 kain endek mulai
berkembang kembali karena murahnya bahan baku dan mulai diminati sebagai bahan
membuat seragam. Bahkan di Bali telah ada pemilihan Duta Endek untuk
melestarikan kain ini.
Di Pertenunan Berdikari, proses pembuatan kain endek tidak diawali
dari pengolahan serat, namun langsung pada pemintalan benang. Jadi prosesnya
langsung berupa benang, benang yang digunakan dapat berasal dari serat selulosa
(katun) atau serat sutera yang didatangkan dari Negara Cina. Tahap pertama yang
perlu dilakukan adalah proses mempen, yaitu untuk menghasilkan gulungan benang
dengan jumlah tertentu yang diletakkan pada alat perentang. setelah benang
digulung secara merentang maka tahap selanjutnya yaitu menggambar motif.
Sekelompok helaian benang akan di gambar dengan motif yang diinginkan menggunakan spidol. Motif yang sering dibuat
oleh Pertenunan Berdikari adalah motif fauna yaitu singa sebagai ikon kota Singaraja.
Batas gambar motifnya berbentuk tangga-tangga karena diikat secara berkelompok.
Selanjutnya yaitu tahap pengikatan, jenis ikat yang digunakan untuk membuat
motif kain endek adalah ikat pakan. Adapun ciri dari tenun ikat pakan adalah
batang gambar atau motif tidak membentuk garis tegak yang jelas, karena letak
benang tidak selau tepat pada tempatnya tetapi agak menggeser. Benang-benang
yang sudah diikat tadi akan dicelup pada sebuah bak yang berisi air hangat yang
sudah dicampur dengan zat pewarna. Selanjutnya, Benang
yang telah dicelup akan dijemur sampai kering kira-kira setengah hari
tergantung cuaca. Setelah benang kering, maka ikatan yang ada tadi dibuka
sehingga ada perbedaan warna atau terbentuk motif dari hasil pencelupan warna
tadi. Benang yang sudah di buka ikatannya tidak dapat langsung ditenun
melainkan harus dimasak atau direbus terlebih dahulu dengan menggunakan alat
masak yang terbilang sederhana juga. Prosesnya berlangsung hingga kurang lebih
1 jam dengan suhu panas yang pas. Proses selanjutnya adalah pewarnaan motif
pada benang atau disebut juga dengan catri. Setelah itu benang akan kembali di
masak dan dikeringkan. Lalu benang akan digulung ke paket atau ke kumpran
sekoci atau disebut juga dengan proses nyeliying. Tahap selanjutnya yaitu
menenun. Alat tenun yang digunakan oleh Pertenunan Berdikari adalah jenis Alat
Tenun Bukan Mesin (ATBM) atau masyarakat Bali menyebutnya dengan cag-cag.
Cag-cag berbahan dasar kayu dengan total panjang kira-kira 2,5 meter. Proses
menenun membutuhkan waktu yang cukup lama bisa mencapai 3 hari. Panjang kain
endek yang dihasilkan adalah tiap 2,5 meter dengan lebar 1,5 meter. Selanjunya
kain akan di dicuci kembali dan di dry clean seteah itu barulah kain
akan dijemur kembali dibawah sinar matahari hingga kering. Proses terakhir
adalah penyetrikaan kain endek dan kemudian dikemas dalam kotak dengan rapi dan
menarik untuk selanjutnya akan dipasarkan lewat bursa yang ada di Pertenunan
Berdikari.
Untuk
mengetahui makna dari motif singa pada kain endek, maka kita perlu mengetahui
juga ikon kota Singaraja ini yaitu tugu singa ambarawa. Sebuah tugu yang gagah
berdiri di Kota Singaraja, menjadi sebuah simbol kemegahan dari kota ini. Tugu
ini diresmikan pada tanggal 5 September 1971 oleh Bupati Buleleng, Hartawan
Mataram. Pembangunan tugu ini diawali dengan membentuk panitia pada 16 Februari
1968 untuk mengali dan meneliti sejarah lahirnya Kota Singaraja. Hasil kajian
sejarah dengan Ketua Hartawan Mataram bersama Ketua Harian Made Gelgel serta
penulis Sudjadi dan juga Ketut Ginarsa akhirnya disepakati sejarah berdirinya
Kota Singaraja beserta lambangnya disesuaikan dengan karakter, sejarah dan
tipologi Buleleng yang cenderung keras, kreatiaf, inovatif, religius, cerdas
dan berbudaya. Motif singa ini adalah motif yang sering dibuat oleh para
pengrajin endek di daerah Buleleng sebagai lambang atau ikon kota Singaraja.
Sehingga dengan itu kita turut memperkenalkan ikon kota Singaraja lewat motif
pada kain endek. Motif singa tersebut dibuat dengan tampak samping dan tampak
depan. Motif hias singa tampak samping dibuat saling berhadapan. Sedangkan
singa tampak depan pada motif tersebut terlihat seperti tiga demensi. Motif
singa tersebut merupakan motif pokok yang diletakkan pada pinggiran kain, dan
motif isian menggunakan motif bunga dan motif geometris.
Pelestarian kain tenun endek dapat dilakukan dengan cara
berikut ini :
1.
Membuat
galeri kain endek Bali.
Galeri
didefinisikan sebagai ruang atau gedung tempat memamerkan benda atau karya seni
dan sebagainya (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2005:328). Menurut etimologinya,
kata gallery atau galeri diartikan sebagai ruang beratap dengan satu sisi
terbuka. Di Indonesia, galeri sering diartikan sebagai ruang atau bangunan yang
digunakan untuk memamerkan karya seni (Ensiklopedia Nasional Indonesia dalam
Dewi, 2013:5). Galeri adalah tempat di mana orang banyak / masyarakat dapat
melihat dan menikmati suatu koleksi seni yang bagus, berharga yang
penempatannya mudah dilihat karena koleksi tersebut dikelompokkan sesuai dengan
jenisnya (Kortschak dalam Dewi, 2013:5). Dengan adanya galeri kain endek Bali,
maka diharapkan kearifan dan keistimewaan dari kain endek akan dapat terus
dinikmati oleh seluruh masyarakat. Selain itu, adanya galeri maka proses
pemasaran kain endek juga akan menjadi lebih dikenal dan kemungkinan akan
semakin meningkat.
2.
Memodifikasi
kain endek.
Modifikasi
yang dilakukan dapat menghasilkan sebuah produk baru dari kain endek baik bahan
kerajianan ataupun busana. Adapun cara-cara untuk memodifikasi tenun dengan
cara kolaborasi ataupun penggunaan permainan warna dan model yang menarik yaitu
kolaborasi tenun endek dengan tenun lainnya, kolaborasi endek dengan batik, dan
kolaborasi endek dengan kain modern.
3. Penggunaan kain endek sebagai bahan kerajinan tangan.
Tas
dan dompet adalah dua benda yang banyak diminati oleh semua kaum terutama kaum
wanita. Apabila dompet atau tas dibuat dengan bahan endek yang merupakan salah
satu kain tradisional, maka kualitas tas atau dompet tersebut akan semakin
bertambah. Dikarenakan keistimewaan dari kain endek itu sendiri yang harganya
juga terbilang mahal karena prosesnya yang dikerjakan dengan tangan dan dengan
waktu yang cukup lama.
4.
Menggunakan
kain endek dalam kehidupan sehari-hari dan kegiatan keagamaan.
Komunitas
Cinta Berkain (KCB) Indonesia Provinsi Bali berkomitmen melestarikan kain
tradisional Nusantara, salah satunya Endek Bali. Warisan budaya leluhur ini
memberi torehan motif dan warna indah pada kain tradisional, termasuk endek,
batik, songket, tenun, serta kain khas lainnya. Mantan Wakil Gubernur Bali, I
Ketut Sudikerta mengatakan KCB bisa menghidupkan kembali tradisi masyarakat
kembali menggunakan busana tradisional yang sederhana, rapi, serasi, dan tetap
beretika.
5.
Mengadakan
festival kain endek.
Hal
ini juga perlu untuk diadakan untuk membuktikan bahwa kain endek juga bisa
menjadi bahan busana yang modis, maka Pemerintah Bali telah beberapa kali
mengadakan suatu acara atau event dalam rangka pelestarian kain tenun endek
Bali. Salah satunya adalah kegiatan Buleleng Endek Carnaval (BEC), BEC
merupakan ajang bergengsi antar pengrajin kain Endek. Endek adalah kain tenun
ikat khas Bali.
BAB III PEMBAHASAN
3.1 Pengertian dan Sejarah Kain Endek.
Endek merupakan
kain tenun ikat khas Bali. Kain endek merupakan hasil dari karya seni rupa
terapan yang berarti karya seni yang dapat diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari, jika dikaitkan dengan kain endek, kain tersebut dapat digunakan
sebagai pakaian adat atau saat ini endek banyak digunakan sebagai seragam
sekolah dan kantor. Nama Endek sendiri mempunyai arti yang unik. Nama itu
berasal dari bahasa setempat yaitu “gendekan” atau “ngendek” yang berarti diam
atau tetap, tidak berubah warnanya (Adnyana, Wawancara, 2015). Sebutan tersebut
muncul ditengah proses pembuatannya, yaitu pada saat diikat dan kemudian
dicelup, benang yang diikat warnanya tetap atau tidak berubah atau di Bali
disebut “ngendek”. Pusat produksi kain Tenun Endek di Bali meliputi daerah
Kabupaten Karangasem, Klungkung, Gianyar, Buleleng, Negara dan Kodya Denpasar.
Hal unik dari kain endek ini terletak pada motif yang beragam. Beberapa motif
kain endek dianggap sakral, hanya boleh digunakan untuk kegiatan-kegiatan di
pura atau kegiatan keagamaan lainnya. Kain endek mulai berkembang sejak tahun
1975, yaitu pada masa pemerintahan Raja Dalem Waturenggong di Gelgel Klungkung.
Kain endek ini kemudian berkembang di sekitar daerah Klungkung, salah satunya
adalah di Desa Sulang. Setelah Indonesia merdeka, kain endek semakin berkembang
dengan cepat. Pada tahun 1985-1995 kain endek berkembang pesat karena adanya
dukungan dari pemerintah. Pada masa ini, proses produksi kain endek sudah
menggunakan alat tenun bukan mesin (ATBM). Endek adalah kain tenun ikat khas
Bali. Jenis kain ini memiliki beberapa keunikan. Kain ini memiliki berbagai
motif unik dari yang sakral hingga yang mencerminkan nuansa alam. Kemudian pada
tahun 1996-2010, kain endek mengalami penurunan akibat dari banyaknya
persaingan. Penurunan ini juga disebabkan karena bahan baku yang sulit didapat.
Melihat kondisi
demikian, saat itu pemerintah melakukan berbagai upaya agar industri kain endek
tetap bisa bersaing di pasar tekstil dan perekonomian pengrajin terus
berkembang seperti :
1.
Mengikut
sertakan pengerajin dalam pameran seni budaya daerah maupun nasional.
2.
Menghimbau
para desainer tanah air agar menggunakan kain endek sebagai salah satu bahan
dalam busana rancangannya.
3.
Mengadakan
pelatihan kepada pengerajin, agar mereka lebih kreatif untuk mengolah kain
endek selain sebagai pakaian namun dikembangkan ke industri lain seperti
sepatu, tas, souvenir, dan berbagai
kerajinan tangan.
Semua usaha tersebut tentunya membuahkan hasil yang tidak
mengecewakan kain endek tidak hanya dikenal di Bali saja, namun juga keluar
Bali. Hingga pada tahun 2011 kain endek mulai berkembang kembali karena
murahnya bahan baku dan mulai diminati sebagai bahan membuat seragam. Bahkan di
Bali telah ada pemilihan Duta Endek untuk melestarikan kain ini. Kain Tenun
Endek bagi masyarakat Bali bukan hanya sebuah kain tenun semata. Namun adalah
sebuah karya seni yang diwariskan melalui keterampilan secara turun-temurun.
Selain itu kain tenun ini juga merupakan identitas kultural dan artifak ritual.
Sampai sekarang masyarakat Bali masih menguasai ketrampilan menenun nenek
moyang ini dan melakukan kegitan menenun sebagai rutinitas mereka. Hasil tenun
ini diaplikasikan pada pakaian yang mereka pakai sehari-hari dan kain untuk
acara-acara ritual keagamaan disana.
3.2 Tahapan Pembuatan Kain Tenun Endek di Pertenunan Berdikari.
Tahapan yang
dilalui dalam proses pembuatan kain endek tidaklah mudah. Semuanya dilakukan
dengan tenaga manusia dan tentunya dengan jangka waktu yang cukup lama. Di
Pertenunan Berdikari sendiri, proses pembuatan kain endek tidak diawali dari
pengolahan serat, namun langsung pada pemintalan benang. Jadi prosesnya
langsung berupa benang, benang yang digunakan dapat berasal dari serat selulosa
(katun) atau serat sutera yang didatangkan dari Negara Cina. Benang yang baru
datang biasanya berupa gulungan benang yang sudah dibendel dan diberi kode atau
identitas benang tersebut, seperti pada gambar di bawah ini.
Sumber : Agronet
Untuk lebih jelasnya, berikut adalah uraian dari tahapan pembuatan
kain tenun endek :
1.
Tahap
pertama yang perlu dilakukan adalah proses mempen, yaitu untuk menghasilkan
gulungan benang dengan jumlah tertentu yang diletakkan pada alat perentang.
2.
Kedua,
setelah benang digulung secara merentang maka tahap selanjutnya yaitu
menggambar motif. Sekelompok helaian benang akan di gambar dengan motif yang
diinginkan menggunakan spidol. Motif
yang sering dibuat oleh Pertenunan Berdikari adalah motif fauna yaitu singa
sebagai ikon kota Singaraja. Batas gambar motifnya berbentuk tangga-tangga
karena diikat secara berkelompok.
3.
Ketiga,
yaitu tahap pengikatan. Tujuan dari proses pengikatan ini adalah untuk
menghasilkan motif-motif yang beragam dan sesuai dengan permintalan pasar.
Jenis ikat yang digunakan untuk membuat motif kain endek adalah ikat pakan.
Adapun ciri dari tenun ikat pakan adalah batang gambar atau motif tidak
membentuk garis tegak yang jelas, karena letak benang tidak selau tepat pada
tempatnya tetapi agak menggeser. Pada alat perentang tersebut, terdapat banyak
sekat yang digunakan sebagai tempat peletakan benang. Setiap satu sekat dapat
berisi dari 5 – 10 helai benang. Butuh
waktu yang cukup lama dalam proses pengikatannya saja, bisa sekitar 7 hari
tergantung kerumitan dari motif yang dibuat. Untuk mengikat benang, perlu
adanya bahan tali yang anti air seperti tali rafia. Tali rafia dapat menahan
air sehingga cocok dijadikan bahan pengikat benan dalam membuat motif sehingga
nantinya tidak akan terkena bahan pewarna saat proses pewarnaan. Hal inilah
yang membedakan antara benang yang akan diberi warna dan yang tidak sehingga
adapat membuat motif yang diinginkan. Berikut adalah contoh proses ikat pada
benang.
Sumber
: Dok. Pribadi
Gambar
diatas menunjukkan proses pengikatan benang sutera. Cara pengikatan dengan tali
rafia ini adalah dengan menggulung atau menyelubungi helaian benang dengan
berurutan dan rapat sampai batas motif yang telah ditentukan. Setelah itu, tali
rafia akan diikat agar gulungan tadi tidak terlepas dan tidak teresap oleh zat
pewarna.
4.
Keempat,
setelah benang diikat maka proses selanjutnya adalah pewarnaan pada benang.
Benang-benang yang sudah diikat tadi akan dicelup pada sebuah bak yang berisi
air hangat yang sudah dicampur dengan zat pewarna. Zat pewarna yang digunakan
adalah jenis pewarna tekstil, pewarna akan ditakar terlebih dahulu dengan alat
timbangan atau takaran yang memang disediakan agar menghasilkan warna yang pas.
Berikut adalah contoh gambar zat pewarna, alat takar pewarna dan bak pencelupan
warna kain endek.
Sumber : Dok. Pribadi
5. Selanjutnya adalah proses penjemuran. Penjemuran
dilakukan dengan menggunakan panas alami yaitu dari sinar matahari langsung.
Benang yang telah dicelup akan dijemur sampai kering kira-kira setengah hari
tergantung cuaca. Setelah benang kering, maka ikatan yang ada tadi dibuka
sehingga ada perbedaan warna atau terbentuk motif dari hasil pencelupan warna
tadi.
Berikut adalah contoh gambar benang yang telah
dicelup dan di jemur.
Sumber : Dok.
Pribadi.
6. Benang yang sudah di buka ikatannya tidak dapat
langsung ditenun melainkan harus dimasak atau direbus terlebih dahulu dengan
menggunakan alat masak yang terbilang sederhana juga. Prosesnya berlangsung
hingga kurang lebih 1 jam dengan suhu panas yang pas. Tujuan proses ini adalah
untuk menjaga warna benang menjadi lebih tahan lama. Sehingga dalam proses
pemasakannya juga digunakan obat pengawet warna tekstil. Setelah di masak, maka
benang akan dijemur kembali hingga kering. Berikut adalah contoh gambar alat pemasak
dan drum obat pengawet yang ada di Pertenunan Berdikari.
Sumber : Dok.
Pribadi.
7. Proses seanjutnya adalah pewarnaan motif pada
benang atau disebut juga dengan catri. Hal ini dilakukan untuk menyempurnakan
warna motif yang belum lengkap agar berwarna semuanya dan membentuk motif yang
jelas. Setelah itu benang akan kembali di masak supaya warna motifnya menjadi
tahan lama. Caranya sama dengan proses pemasakan sebelumnya. Dan benang akan
dijemur hingga kering.
8. Setelah itu, benang akan akan dilepas dari papan
perentang dan di pisahkan tiap-tiap helainya dan akan dijemur lagi dalam bentuk
seperti pada gambar dibawah ini.
Sumber : Dok.
Pribadi.
9. Proses selanjutnya adalah menggulung benang ke
paket atau ke kumpran sekoci atau disebut juga dengan proses nyeliying. Alat
yang digunakan sederhana yang dibuat dari roda untuk memutar kayu penggulung
benang ke kumpran sekoci yang berada di antara dua alat itu. Roda akan diputar
yang digerakkan dengan menggunakan tangan. Berikut adalah contoh gambar alat
nyeliying.
Sumber : Dok.
Pribadi.
Dari proses diatas maka dihasilkan berupa gulungan
benang yang terletak pada sekoci atau kumparan benang. Bentuknya berbeda dari
sekoci pada umumnya. Sekoci mesin tenun berbentung lonjong memanjang dan
terbuat dari kayu yang ditengahnya berbentuk lubang kotang lonjong sebagai
tempat meletakkan kumparan benang. Berikut adalah contoh gambar sekoci beserta
benangnya.gambar sebelah kanan adalah tempat sekoci pada mesin tenun. Sekoci
akan diikat dengan tali yang nantinya akan bergerak bolak-balik kekanan dan
kekiri mengeluarkan bentanan benang seiring dengan injakan atau pedal pada
kaki.
Sumber : Dok.
Pribadi
10. Proses yang paling penting adalah penenunan. Alat
tenun yang digunakan oleh Pertenunan Berdikari adalah jenis Alat Tenun Bukan
Mesin (ATBM) atau masyarakat Bali menyebutnya dengan cag-cag. Cag-cag berbahan
dasar kayu dengan total panjang kira-kira 2,5 meter. Pada bagian bawahnya
terdapat alat injakan atau pedal yang berfungsi untuk menggerakkan sekoci.
Bagian kanan dan kiri terdapat tempat untuk sekoci yang dilengkapi tali. Pada
bagian bawah ujung depan terdapat gulungan benang yang sudah ditata sedemikian
rupa agar tidak bertentangan. Para penenun akan menenun dengan posisi duduk di
kursi sambil menarik batang kayu cag-cag untuk melekatkan benang dan berbunyi
cag. Oleh karena itu alat tenun ini dinamakan cag-cag oleh masyarakat Bali.
Berikut adalah contoh gambar alat tenun cag-cag yang ada di Pertenunan
Berdikari.
Sumber : Dok.
Pribadi
Proses menenun membutuhkan waktu yang cukup lama
bisa mencapai 3 hari. Panjang kain endek yang dihasilkan adalah tiap 2,5 meter
dengan lebar 1,5 meter. Dibutuhkan ketelitian dan kesabaran dalam menenun,
karena apabila terjadi kesalahan maka akan berakitab terhambatnya proses
menenun. Apabila salah satu benang hilang, maka motif tidak dapat terbentuk
dengan sempurna sehingga harus mencarinya hingga dapat untuk membuat bentuk
motif yang sempurna. Kali ini kain endek yang tenun adalah yang bermotif singa
yang juga merupakan motif yang paling banyak diminati masyarakat.
Sumber : Dok.
Pribadi.
11. Tidak sampai disitu, setelah benang ditenun
menjadi kain, maka kain akan dipotong tiap 2,5 meter. Selanjunya kain akan di
dicuci kembali dan di dry clean seteah itu barulah kain akan dijemur
kembali dibawah sinar matahari hingga kering. Berikut adalah contoh gambar
proses pengeringan kain endek.
Sumber : Dok.
Pribadi.
12. Proses terakhir adalah penyetrikaan kain endek dan
kemudian dikemas dalam kotak dengan rapi dan menarik untuk selanjutnya akan
dipasarkan lewat bursa yang ada di Pertenunan Berdikari. Dengan adanya bursa
ini diharapkan kain endek akan semakin mudah untuk di promosikan dan semakin
banyak peminatnya.
Sumber : Dok.
Pribadi.
3.3 Motif Kain Endek yang Diambil dari Ikon Kota Singaraja.
Kabupaten Buleleng
adalah sebuah kabupaten di provinsi Bali, Indonesia. Ibu kotanya ialah
Singaraja. Untuk mengetahui makna dari motif singa pada kain endek, maka kita
perlu mengetahui juga ikon kota Singaraja ini yaitu tugu singa ambarawa. Sebuah
tugu yang gagah berdiri di Kota Singaraja, menjadi sebuah simbol kemegahan dari
kota ini. Tugu ini diresmikan pada tanggal 5 September 1971 oleh Bupati
Buleleng, Hartawan Mataram. Pembangunan tugu ini diawali dengan membentuk
panitia pada 16 Februari 1968 untuk mengali dan meneliti sejarah lahirnya Kota
Singaraja. Hasil kajian sejarah dengan Ketua Hartawan Mataram bersama Ketua
Harian Made Gelgel serta penulis Sudjadi dan juga Ketut Ginarsa akhirnya
disepakati sejarah berdirinya Kota Singaraja beserta lambangnya disesuaikan
dengan karakter, sejarah dan tipologi Buleleng yang cenderung keras, kreatiaf,
inovatif, religius, cerdas dan berbudaya. Lokasi tugu Singa Ambara Raja
terletak dilokasi yang sangat strategis, yaitu tepat berada di depan Kantor
Bupati Buleleng, tepatnya di persimpangan Jalan Veteran, Jalan Pahlawan dan
Jalan Ngurah Rai, Singaraja wilayah Kelurahan Banjar Tegal.
Dari uraian diatas maka dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa ikon
kota Singaraja sangatlah penting untuk dijadikan sebuah ragam hias pada kain
endek. Makna penggunaan motif singa pada kain endek tidak memiliki makna atau
filosofi yang begitu mendalam. Hanya saja motif singa ini adalah motif yang
sering dibuat oleh para pengrajin endek di daerah Buleleng sebagai lambang atau
ikon kota Singaraja. Sehingga dengan itu kita turut memperkenalkan ikon kota
Singaraja lewat motif pada kain endek. Motif singa tersebut dibuat dengan
tampak samping dan tampak depan. Motif hias singa tampak samping dibuat saling
berhadapan. Sedangkan singa tampak depan pada motif tersebut terlihat seperti
tiga demensi. Motif singa tersebut merupakan motif pokok yang diletakkan pada
pinggiran kain, dan motif isian menggunakan motif bunga dan motif geometris.
Untuk penggunaan warna dapat menyesuaikan dengan keinginan atau sesuai dengan
warna yang biasa digunakan pada tiap-tiap tempat menenun. Namun biasanya warna
yang digunakan menunjukkan warna yang cerah yang khas. Motif singa ini
merupakan jenis motif kain endek yang paling banyak di produksi oleh Pertenunan
Berdikari, Buleleng. Berikut adalah contoh motif singa pada kain endek yang ada
di Pertenunan Berdikari.
Sumber : Dok. Pribadi.
3.4 Pelestarian Kain Endek Sebagai Warisan Budaya Bali.
Seiring dengan
perkembangan zaman yang semakin canggih, maka tidak menutup kemungkinan juga
hal ini dapat mempengaruhi segala aspek dibidang tata busana khususnya kain
tradisional. Kain tradisional yang ada diberbagai belahan bumi ini pasti akan
mengalami masa pasang surut, dimana ada saatnya penggunaan kain tradisional
menjadi kurang diminati oleh masyarakat. Hal ini dikarenakan telah banyak hadir
kain-kain modern yang ada dipasaran dengan motif yang lebih menarik dan harga
yang lebih terjangkau. Sehingga masyarakat menjadi lupa dengan kearifan dan
keunggulan kain tradisional. Melestarikan kain tradisional tenun bukanlah
sebuah hal yang sulit. Akan tetapi dalam proses melestarikan membutuhkan
kesabaran. Di zaman sekarang kain Tradisional tenun mengalami kalah pamor.
Dibandingkan dengan tekstil modern,tenun di anggap ketinggalan zaman.
Masyarakat sekarang lebih menyukai tekstil modern dibandingkan dengan kain
tradisional sehingga banyak yang menganggap kain tenun terlihat kuno dan tidak
menarik, oleh karena itu tenun perlu dilestarikan. Anak muda zaman sekarang juga mulai
memudarkan rasa bangganya terhadap kain tradisional, dikarenakan banyaknya
kain-kain keluaran terbaru yang dapat lebih menarik minat mereka. Sehingga mereka
merasa akan lebih nyaman dan percaya diri menggunakan kain modern karena
menyesuaikan dengan zaman. Sikap inilah yang perlu kita tangani dalam hal
pelestarian kain tradisional, khususnya kain tenun endek Bali. Bagaimana cara
kita sebagai warga Negara Indonesia khusunya Bali dalam menangani efek negatif
perkembangan zaman terhadap penggunaan kain tenun endek, sehingga dapat terus
Berjaya dan selalu dijadikan budaya fisik yang membanggakan. Tentunya hal yang
harus dilakukan adalah melestarikannya.
Masyarakat Bali terus berupaya untuk melestarikan keberadaan kain
tenun endek, khususnya masyarakat Klungkung. Desa Sulang di Klungkung menjadi
kawasan yang dikenal sebagai sentra produksi kain tenun endek khas Bali.
Pemerintah juga terus berupaya mendukung aktivitas warga. Produksi kain tenun
endek di Bali dilakukan menggunakan Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM). Selain itu,
ada pula para pengrajin kain tenun endek yang memproduksi kain dengan alat
tenun tradisional yang disebut dengan nama cagcag. Cara penggunaan kedua jenis
alat ini berbeda. Upaya pelestarian kain tenun endek juga begitu masif
dilakukan oleh anak-anak muda. Mereka memang tidak terlibat secara langsung
dalam aktivitas penenunan. Para penenun utamanya adalah mereka yang berusia
sekitar 30 sampai 40 tahun. Sebagai gantinya, anak-anak muda usia sekolah
mendesain polanya. Untuk lebih jelasnya, ada beberapa hal yang dapat dilakukan
untuk melestarikan kain tenun endek khas Bali, yaitu :
1.
Membuat
galeri kain endek Bali.
Galeri didefinisikan sebagai ruang
atau gedung tempat memamerkan benda atau karya seni dan sebagainya (Kamus Besar
Bahasa Indonesia, 2005:328). Menurut etimologinya, kata gallery atau galeri
diartikan sebagai ruang beratap dengan satu sisi terbuka. Di Indonesia, galeri
sering diartikan sebagai ruang atau bangunan yang digunakan untuk memamerkan
karya seni (Ensiklopedia Nasional Indonesia dalam Dewi, 2013:5). Galeri adalah
tempat di mana orang banyak / masyarakat dapat melihat dan menikmati suatu
koleksi seni yang bagus, berharga yang penempatannya mudah dilihat karena
koleksi tersebut dikelompokkan sesuai dengan jenisnya (Kortschak dalam Dewi,
2013:5). Berdasarkan beberapa pengertian galeri di atas, dapat disimpulkan
bahwa galeri merupakan suatu tempat untuk mempromosikan benda atau hasil karya
seni, sehingga hasil karya seni tersebut dapat diapresiasi oleh masyarakat. Di
dalam galeri terdapat kegiatan pameran dan kegiatan transaksi jual beli atau
pelelangan hasil karya seni, yang bertujuan untuk melestarikan dan
mengembangkan karya seni diantaranya patung, lukisan, kain tenun endek, dan
sebagainya. Galeri memiliki perbedaan dengan art shop. Galeri tujuan utamanya
tidak hanya untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya, melainkan juga
memiliki tujuan pelestarian dan pengembangan karya seni. Sedangkan artshop
hanya bertujuan untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya
Dengan adanya galeri kain endek
Bali, maka diharapkan kearifan dan keistimewaan dari kain endek akan dapat
terus dinikmati oleh seluruh masyarakat. Selain itu, adanya galeri maka proses
pemasaran kain endek juga akan menjadi lebih dikenal dan kemungkinan akan
semakin meningkat. Karena disitu, para pengunjung dapat melihat-lihat
jenis-jenis kain endek yang sudah dikelompokkan menurut jenisnya sehingga akan
mudah untuk dimengerti. Pengunjung sekaligus dapat juga menjadi konsumen di
galeri karena fungsi galeri sendiri juga sebagai tempat promosi dan pemasaran.
Dari banyaknya jenid motif kain endek, pastinya akan menarik minat pengunjung
yang ada dan membuat mereka akan lebih bangga memiliki suatu bentuk kebudayaan
fisik yang indah. Pengunjung juga dapat membeli kain endek yang dipasarkan dan
menggunakannya dalam keperluan sesuai fungsi dan keadaannya. Dengan hal ini
maka membuat keberadaan kain endek menjadi lebih dikenal dan turut
dilestarikan.
Berikut adalah contoh
galeri kain endek Bali.
2.
Memodifikasi
kain endek.
Memodifikasi bukanlah merubah
keseluruhan pada tenun namun dapat dilakukan dengan kolaborasi terhadap kain
tradisional tersebut. Dalam memodifikasi perlu diperhatikan agar unsur
budayanya tetap ada. Sehingga tenun dapat menjadi menarik dan tidak up to
date. Modifikasi yang dilakukan dapat menghasilkan sebuah produk baru dari
kain endek baik bahan kerajianan ataupun busana. Adapun cara-cara untuk
memodifikasi tenun dengan cara kolaborasi ataupun penggunaan permainan warna
dan model yang menarik. Berikut cara memodifikasi tenun :
a.
Kolaborasi
tenun endek dengan tenun lainnya. Endek dapat dikolaborasi dengan kain tenun
lain dengan cara menjadikan salah satu tenun menjadi aksen center of interest.
Dengan begitu akan ada hiasan yang cantik tanpa menggunakan bahan penghias lain
namun menggunakan kain endek tersebut. Hal ini dilakukan karena kain tenun
memiliki banyak jenis dan dapat dipadukan satu sama lainnya sesuai dengan
kecocokannya. Jenis-jenis kain tenun antara lain, tenun ikat, tenun lurik dan
tenun songket. Berikut adalah contoh kolaborasi antara endek dengan tenun
lainnya seperti lurik.
b.
Kolaborasi
endek dengan batik. Mengingat indonesia kaya akan kebudayaan, kain
tradisionalpun mempunyai banyak variasi. Salah satu diantaranya adalah batik.
Batik merupakan kain tradisional yang sudah tidak asing lagi oleh masyarakat.
Batik merupakan kain tradisional yang dikerjakan dengan cara menutup motif
dengan malam dikerjakan dengan tangan. Endek dan batik dapat dikolaborasi
dengan cara memadukan. Sama dengan prinsip kolaborasi endek dengan tenun. Salah
satu diantara kain tersebut dapat dijadikan aksen seperti pada krah,manset,
serip atau di jadikan hiasan maupun tambahan untuk bahan utamanya. Berikut
adalah contoh kolaborasi kain endek dengan batik.
c.
Kolaborasi
endek dengan kain modern. Endek yang dikolaborasi dengan kain modern kebanyakan
banyak digunakan oleh para remaja agar tidak terlihat kuno. Kain yang
dikolaborasikan dengan tenun endek dapat berupa polos ataupun bermotif. Kain
yang biasanya digunakan adalah cotton,tafetta, organza maupun spandek. Berikut
adalah contoh kolaborasi endek dengn kain modern seperti organza.
3.
Penggunaan
kain endek sebagai bahan kerajinan tangan.
Menyambung dari cara pelestarian
diatas yaitu modifikasi kain endek. Kali ini adapun hasil modifikasi kain endek
yang dapat berupa kerajinan tangan. Kita tahu bahwa popularitas kain endek saat
ini sedang kurang bagus. Oleh karena itu, salah satu cara yang dapat dilakukan
untuk membuat kain endek menjadi kembali dikenal luas dan lebih banyak
digunakan adalah dengan menjadikannya sebagai bahan pembuatan kerajinan tangan.
Kerajinan tangan yang dapat dibuat adalah yang menggunakan unsur kain dalam
bahannya misalnya tas dan dompet. Penggunaan endek nantinya juga akan dipadukan
dengan bahan lain pembuat tas atau dompet dan bisa juga dengan kain lain dalam
lingkup kecocokan. Tas dan dompet adalah dua benda yang banyak diminati oleh
semua kaum terutama kaum wanita. Apabila dompet atau tas dibuat dengan bahan
endek yang merupakan salah satu kain tradisional, maka kualitas tas atau dompet
tersebut akan semakin bertambah. Dikarenakan keistimewaan dari kain endek itu
sendiri yang harganya juga terbilang mahal karena prosesnya yang dikerjakan
dengan tangan dan dengan waktu yang cukup lama. Kerajinan tangan akan menjadi
lebih terlihat elegan dengan menampilkan hasil kebudayaan Bali salah satunya
kain endek. Sehingga nantinya minat masyarakat terhadap kain endek akan semakin
meningkat lewat penggunaannya sebagai bahan pembuatan kerajianan tangan seperti
tas dan dompet. Berikut contoh gambar produk kerajinan tangan yang dikreasikan
dari bahan kain endek Bali.
4.
Menggunakan
kain endek dalam kehidupan sehari-hari dan kegiatan keagamaan.
Gaya berbusana dengan kain tradisional saat ini semakin
ditinggalkan. Banyak orang menganggapnya rumit, sehingga memilih mengenakan
busana modern yang praktis dan sesuai perkembangan zaman. Namun untuk menangani
hal tersebut maka dibentuklah Komunitas Cinta Berkain (KCB) Indonesia Provinsi
Bali berkomitmen melestarikan kain tradisional Nusantara, salah satunya Endek
Bali. Warisan budaya leluhur ini memberi torehan motif dan warna indah pada
kain tradisional, termasuk endek, batik, songket, tenun, serta kain khas
lainnya. Mantan Wakil Gubernur Bali, I Ketut Sudikerta mengatakan KCB bisa menghidupkan
kembali tradisi masyarakat kembali menggunakan busana tradisional yang
sederhana, rapi, serasi, dan tetap beretika. Keberadaan busana kain tradisional
dapat bersaing ekonomis di pasar lokal, nasional, bahkan global. Potensi
ekonomi pelestarian dan pemanfaatan kain tradisional Bali misalnya semakin
mendorong pengusaha, pengrajin, dan desainer kian kreatif, inovatif, dan
produktif. Ini pada akhirnya menggerakkan roda perekonomian masyarakat.
5.
Mengadakan
festival kain endek.
Hal ini juga perlu untuk diadakan mengingat bahwa banyak orang saat
ini yang beranggapan bahwa kain tradisional termasuk endek merupakan kain kuno
yang bisa dibilang tidak cocok digunakan sebagai fashion yang modis dan
berkualitas. Untuk membuktikan bahwa kain endek juga bisa menjadi bahan busana
yang modis, maka Pemerintah Bali telah beberapa kali mengadakan suatu acara
atau event dalam rangka pelestarian kain tenun endek Bali. Salah satunya adalah
kegiatan Buleleng Endek Carnaval (BEC), BEC merupakan ajang bergengsi antar pengrajin
kain Endek. Endek adalah kain tenun ikat khas Bali. Buleleng sendiri memiliki
motif Kain Endek yang unik dan sakral, sehingga menjadi ciri khas buatan hasil
karya tangan orang Buleleng. Kegiatan ini dapat diikuti oleh seluruh kalangan
baik pengrajin endek, desainer, ataupun anak sekolah yang ingin menunjukkan
kreatifitasnya terhadap kain endek sehingga dapat terlihat lebih modis dan
berkualitas. Kain endek yang tadinya hanya berupa lembaran kain, pada kegiatan
ini dirubah menjadi sebuah busana dengan model-model busana zaman sekarang dan
dengan warna-warna yang cerah. Dengan adanya Festival ini maka diharapkan
popularitas kain endek semakin meningkat dan menjadi mampu bersaing di pasar
modern. Berikut adalah gambar busana yang ditampikan pada BEC.
BAB IV KESIMPULAN
Endek merupakan kain tenun ikat khas Bali. Nama Endek sendiri
mempunyai arti yang unik. Nama itu berasal dari bahasa setempat yaitu
“gendekan” atau “ngendek” yang berarti diam atau tetap, tidak berubah warnanya
(Adnyana, Wawancara, 2015). Sebutan tersebut muncul ditengah proses
pembuatannya, yaitu pada saat diikat dan kemudian dicelup, benang yang diikat
warnanya tetap atau tidak berubah atau di Bali disebut “ngendek”. Kain endek
mulai berkembang sejak tahun 1975, yaitu pada masa pemerintahan Raja Dalem Waturenggong
di Gelgel Klungkung. Kain endek ini kemudian berkembang di sekitar daerah
Klungkung, salah satunya adalah di Desa Sulang. Setelah Indonesia merdeka, kain
endek semakin berkembang dengan cepat.
Proses pembuatan endek bali dilakukan dengan tenaga manusia dan
dengan waktu yang cukup lama. Ketelitian juga dibutuhkan dalam pembuatannya
untuk menghasilkan kain endek berkualitas. Adapaun tahapan-tahapan yang dilalui
antara lain mulai dari proses menggulung benang dan merentangkan benang pada
alat perentang, membuat motif dan mengikat, pencelupan warna, pengeringan,
pelepasan ikat, pemasakan, hingga proses menenun dan pengemasan.
Dari tahapan-tahapan diatas, maka akan dihasilkan endek dengan
motif yang unik. Salah satu motif yang paling banyak di produksi oleh
Pertenunan Berdikari adalah motif singa. Makna penggunaan motif singa pada kain
endek tidak memiliki makna atau filosofi yang begitu mendalam. Hanya saja motif
singa ini adalah motif yang sering dibuat oleh para pengrajin endek di daerah
Buleleng sebagai lambang atau ikon kota Singaraja. Sehingga dengan itu kita
turut memperkenalkan ikon kota Singaraja lewat motif pada kain endek. Motif
singa tersebut dibuat dengan tampak samping dan tampak depan. Motif hias singa
tampak samping dibuat saling berhadapan. Sedangkan singa tampak depan pada
motif tersebut terlihat seperti tiga demensi. Motif singa tersebut merupakan
motif pokok yang diletakkan pada pinggiran kain, dan motif isian menggunakan
motif bunga dan motif geometris.
Namun seiring perkembangan zaman, maka popularitas endek menjdi
kurang diminati karena hadirnya kain-kain modern yang lebih modis dan terlihat
elegant. Oleh karena itu kita perlu meestarikan kain tenun endek Bali agar
tidak punah dan akan terus dikembangkan. Melestarikan kain tradisional tenun
bukanlah sebuah hal yang sulit. Akan tetapi dalam proses melestarikan
membutuhkan kesabaran. Adapun cara-cara yang dapat dilakukan untuk melestarika
tenun endek, antara lain dengan membuka galeri kain endek sebagai tempat
promosi dan pemasaran endek, memodifikasi kain endek dengan memerhatikan agar
unsur budayanya tetap ada. Sehingga tenun dapat menjadi menarik dan tidak up
to date. Modifikasi yang dilakukan dapat menghasilkan sebuah produk baru
dari kain endek baik bahan kerajianan ataupun busana. Cara selanjutnya yaitu
dengan menggunakan kain endek sebagai bahan kerajinan tangan seperti dompet dan
tas. Sehingga dengan hal ini dapat mengubah pandangan kain endek yang tadinya
kurang modis semakin elegant dan mutifungsi. Selain itu kita dapat menggunakan
endek dalam kehidupan sehari-hari seperti busana kerja sehingga turut
melestarikan kain endek. Cara yang terakhir yaitu dengan mengadakan sebuat
kegiatan seperti karnaval endek sebagai ajang kreasi masyarakat untuk
menunjujkkan keistimewaan endek sehingga juga ikut berpartisipasi dalam
pelestarian endek. Semua cara ini diharapkan dapat melestarikan endek sesuai
perkembangan zaman sehingga bisa tetap eksis dan popular sebagai kebudayaan
fisik Bali.
DAFTAR PUSTAKA
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Postingan populer dari blog ini
MAKALAH KONSEP IMAN, ILMU DAN AMAL
MAKALAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM “KONSEP IMAN, ILMU DAN AMAL” NAMA KELOMPOK 4 : 1. LISANTI ZEFTIATUL ANA ; 1815011002 2. NITA PURNAMA DEWI ; 1815011006 JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK DAN KEJURUAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA TAHUN 2019 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan bimbinganNya, kami dapat menyelesaikan makalah Pendidikan Agama Islam yang judul “ Konsep Iman, Ilmu dan Amal ” dengan baik dan lancar. Makalah ini kami buat untuk memenuhi nilai Ujian Tengah Semester (UTS) pada mata kuliah Pendidikan Agama Islam dan tentunya dalam proses pembuatannya tidak akan terwujud tanpa bantuan dari pihak-pihak tertentu, oleh karena itu kami mengucapkan terimakasih kepada : 1. ...
SEJARAH, PENGERTIAN DAN HAL-HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN DALAM MENGGUNAKAN TIMBANGAN DACIN
BAB II PEMBAHASAN 1.1 Sejarah Timbangan Dacin dalam Sejarah Perdagangan Nusantara. Timbangan dacin sudah ada sejak 400 atau 500 tahun sebelum Masehi di Yunani, bahkan sebelum Archimedes menemukan hukum tuas secara teoritis. Roman dan orang Cina menemukannya sekitar 200 sebelum Masehi. Namun dalam sejarah perdagangan nusantara, timbanga dacin memiliki sejarah yang begitu menarik dimana tersebar oleh kaum Tionghoa. Timbangan adalah salah satu bagian terpenting dari perdagangan . Ketika orang Tionghoa merantau ke daerah jauh dan ada yang terjun ke perdagangan , timbangan yang sekarang sudah dianggap sebagai timbangan adalah instrumen vital dalam perdagangan. Orang Tionghoa memang sudah memainkan peranan penting dalam perdagangan internasional . Mereka sudah hadir lebih awal dari bangsa Barat di Nusantara. Mereka sedemikian pandai berdagang sehingga Fernand Braudel dalam "Civilization And Capitalism" menyebutkan bahwa orang Tionghoa sudah berkeliling ke b...
Komentar
Posting Komentar